Sampai detik ini, aku tidak menyangka. Pelajaran kesenian yang sangat aku benci mempertemukanku dengan dia, kisah yang akan aku tulis saat ini.
Seperti biasa, hari itu kelas sangat gaduh. Kami sedang mengundi nama-nama kelompok untuk tugas kesenian dari Bu Ina. Aku duduk dengan tenang sambil meneguk pop ice yang kubeli saat istirahat. Aku benar-benar tidak tertarik untuk ikut membuat kegaduhan di depan kelas. Sejujurnya, aku tidak suka pelajaran kesenian. Ya, aku memang tidak memiliki bakat seni. Ah, sebagai tambahan, hal yang tidak aku sukai adalah pengerjaan tugasnya yang cukup menyita waktu. Huh.
Kelompok telah terbagi. Aku bersama tiga orang lainnya duduk di ujung kelas, membicarakan apa-apa saja yang diperlukan untuk tugas kelompok nanti. Keputusan telah dibuat, malam ini kami akan mengerjakan tugas di rumah Sekar. Uh, semoga tugas ini cepat selesai, jeritku dalam hati.
Malam hari, di rumah Sekar.
Aku melihat ia yang baru sampai. Wajahnya segar, menyiratkan ia baru saja mandi. Ia duduk di sampingku sambil membuka jaketnya. Aroma harum tercium jelas di hidungku, Hm, wanginya enak! Dia menyapaku dan bertanya apa yang harus ia kerjakan. Aku tersenyum kecil sambil membagi tugas kelompok malam itu.
Pengerjaan hari kedua, saat pulang sekolah.
Aku sebal. Aku adalah tipe orang yang tidak bisa bekerja dalam suasana panas. Ini adalah waktu pulang sekolah. Waktu di mana aku berubah menjadi monster kusut yang lumus. Bibirku mengerucut sambil mengelem sekumpulan origami.
Tidak kusangka, ia menyodorkan susu strawberry kesukaanku, lengkap dengan setengah es batu di dalamnya, persis seperti yang selalu aku pesan di kantin. "Nih minum dulu. Kalo marah-marah nanti cepat tua" katanya sambil menyengir. Aku tersenyum kecil, "Makasih"
Pengerjaan hari ketiga, malam hari di rumahnya.
Aku sedikit kikuk. Ternyata, teman sekelompokku yang lain belum ada yang datang. Ia mempersilahkan aku untuk masuk. Sofa di ruang tamunya cukup empuk, tapi tidak cukup nyaman untuk menenangkan diriku yang sedang canggung. Ah, aku kenapa sih!
Aku duduk di sofa ketika ia sibuk menemani adik kecilnya bermain. Hm, sejujurnya, aku sangat suka pada laki-laki yang bisa dekat dengan anak kecil. Sebuah sikap kecil yang menurutku romantis.
Tak lama, ia duduk di sampingku. Awalnya terasa canggung, tapi, lama-kelamaan aku mulai terbiasa. Kami bercerita hal-hal sepele hingga masa depan. Aku tidak pernah merasa semudah itu terbuka dengan seseorang. Ia hampir meraih tanganku ketika Raka mengetuk pintu rumah. Kami saling membuang muka, berusaha mendatarkan ekspresi, seolah tidak terjadi apa-apa.
Setelah tiga hari berturut-turut mengerjakan tugas, kami memilih melanjutkannya hari Minggu nanti. Tugas itu akan dikumpul hari Selasa depan, kami masih punya banyak waktu.
Kalau begitu, bagaimana kelanjutan kisahku? Hehe, sejujurnya, kami mulai intens bertukar kabar di BBM. Sikapnya begitu manis. Aku, aku tidak tau perasaan apakah ini. Yang jelas, aku menikmati setiap hal yang berkaitan dengannya.
Hari Minggu, kami mengerjakan tugas di rumahku. Finally, we did it! Tugas selesai sebelum waktu dikumpulkan. Aku sangat senang, satu beban tugas telah terlewati. Satu per satu teman sekelompokku mulai pulang, kecuali dia.
"Kinan," katanya pelan.
"Hm?" jawabku tanpa menoleh ke arahnya. Aku masih sibuk membereskan sisa-sisa pekerjaan kami yang masih berantakan.
"You have to know something about us" Aku menoleh dan menghentikan kesibukanku. Duh, kenapa aku jadi berdebar gini sih?
"Then, tell me ..."
"I think I love you, Kinan. Setelah apa yang kita lakukan beberapa waktu ini, aku ngerasa nyaman berada di dekatmu" Wajahnya memerah, tanda ia sedang mengungkapkan sesuatu yang membuatnya merasa malu.
"Then, how about your girlfriend?" Aku melihatnya menunduk. Matanya berusaha mencari-cari jawaban atas pertanyaan yang baru saja aku lontarkan. Aku membuang pandanganku ke dinding, berusaha mengira-ngira jawaban apa yang akan ia katakan.
"Maaf, tapi aku juga gak bisa ngelepas dia gitu aja Kinan. Tapi, tapi aku juga gak bisa membohongi perasaan aku. Aku, aku sayang sama kamu." Aku menghela nafas panjang. Aku tau, hal ini pasti akan terjadi. Anehnya, aku tidak marah. Maksudku, ya, mungkin kita emang gak ditakdirkan untuk berdua. It's not meant to be aja gitu.
Lalu, apa yang terjadi?
He admits that he loved me, he apologized, then, he finally had to leave me for his past. Perasaanku campur aduk. In one side, I'm happy for him. He deserve someone whose better than me. He doesn't have to broke his relationship which much better than ours. Kami, tidak perlu terlalu jauh menyakiti hati masing-masing dengan melanjutkan kisah ini. Entahlah, mungkin ini kisah PHP yang not really PHP.
Menyesal?
Enggak sih, Aku gak ngerasa nyesal karena pernah punya cerita yang belum apa-apa udah harus tutup buku. Mungkin, dia datang hanya untuk memberi setetes warna pada langit harapanku. Mungkin, orang lain yang akan menyelesaikan pewarnaan langit itu. Langit yang akan aku pajang kepada anak cucuku kelak, langit kisah cintaku dengan sang jodoh di suatu hari nanti.
-Fitri Fazrika Sari-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar