Senin, 20 Juli 2015

Jogja Istimewa

Jogja istimewa.
Tagline yang banyak kita jumpai di sepanjang jalan utama kota Jogja.

Sebelumnya, aku tidak pernah berpikir akan jadi satu dari ribuan bahkan jutaan orang yang mengadu nasib di Jogja. Ya, Jogja memang terkenal sebagai Kota Pelajar. Aku adalah satu dari sekian banyak pelajar yang ingin meneruskan studinya di Jogja, terutama di UGM. Salah satu universitas paling bergengsi di kota gudeg ini.


Perjuanganku bermula dari penolakan UGM di SBMPTN dan UM UGM 2014 yang lalu. Rasa kesal, malu, kecewa, ngerasa sia-sia, semuanya campur-aduk. Aku ingat banget, setahun lalu, tepat sebulan sebelum ujian, aku selalu menghabiskan sarapan sambil membaca buku biologi. Cuma nunggu pesanan datang, aku habiskan waktu sambil baca ringkasan materi. Ah, pokoknya, aku rasa, tahun lalu aku udah belajar sebisaku. Tapi mau dikata apa, aku gagal.


Lalu? Setelah empat malam yang panjang dan menyiksa batin, aku membulatkan tekad. Aku akan mencoba lagi SBMPTN tahun depan dan aku tidak akan masuk ke universitas manapun selama setahun itu. Apa itu pilihan yang tepat?

Ah ternyata tidak.
Gunjingan orang ada di mana-mana. Keluarga, tetangga, guru, teman sekolah, bahkan nyamuk yang lewat pun aku rasa semua bertanya-tanya tentang pilihanku.
IH JADI SEKARANG NGANGGUR NIH?
GAK SAYANG TUH SETAUN NGANGGUR?
EMANGNYA GAK NYOBA SWASTA?
DUH, GAK USAH MIMPI DEH MAU KE UGM.
SAYANG UMUR!
Yah, banyaklah omongan yang bikin sakit perasaan. Ya kali ya, siswa yang selalu ranking di sekolah malah gak lanjut kuliah. Ya kali ya, anak dokter kok cuma tamat SMA. YAAAAAAAA.

Belum lagi penyesuaian diri jadi anak rantau. Fasilitas dibatasi. Semuanya jadi serba ribet.


Hal-hal di atas selalu mengusik batinku. Rasanya dunia tuh gak adil. Kenapa ada orang yang cuma main-main di sekolah bisa dengan mudahnya dapat kuliah. Kenapa mereka yang cuma iseng ikut ujian yang lulus tes. Kenapa jalanku susah banget sih?


Aku ikut bimbel di Ganesha Operation, mengulang kembali semua materi yang udah aku pelajari tiga sampai enam tahun yang lalu. Bedanya, kali ini aku selalu dihadapkan sama soal setara level SBMPTN. Hm, awalnya, gimana ya. Rasanya bodoh aja gitu. Ini materi udah dikasi berulang-ulang kali masa masih gak bisa ngerjain?!


Gak kerasa, udah tahun 2015. Aku mulai kendur semangat belajarnya. Aku sibuk pergi jalan ini itu. Sibuk jualan. Sibuk ikutan stand. Sibuk lah pokoknya.

NAH.
TIBA-TIBA.
Dua bulan sebelum SBMPTN, aku tersentak. LAH AKU NGAPAIN AJA SETAHUN INI? Buku sakti belum keisi setengahnya. Ikut TO masih jauh dari kata aman. Baca materi biologi masih jauh dari kata expert.
Aku ingat banget. Hari itu, waktu aku tiba-tiba kepikir semuanya, aku langsung pergi ke GO. Minta waktu sama kacab buat konsultasi. Sore itu aku benar-benar penuh semangat, aku tulis semua hal yang harus aku lakukan dan tinggalkan. Malamnya aku pergi lagi ke GO. Konsultasi sama beberapa guru, materi apa yang harus aku kuasai dalam jangka dua bulan.
Semuanya kerasa enteng dan cepat aku mengerti. Hasil TO pertama, wah, melebihi ekspetasiku. Aku makin semangat. Pagi-pagi, aku pergi ke perpusda buat kerjain soal. Siangnya aku ikut tambahan di GO. Malamnya aku belajar sendiri di kos. Begitu terus setiap harinya.
Kadang, aku ikut kelas pagi. Lalu belajar sendiri di kos dari jam dua siang sampai jam lima sore. Itu harus, sesuai nasihat dari kacab di GO.

Ah iya, dua bulan sebelum SBMPTN, aku hapus semua sosmed yang ada di hp. Aku juga gak nyuci sendiri lagi, semuanya dikasi ke laundry. Pokoknya aku memanfaatkan setiap detik yang ada buat sesuatu yang berguna buat tesku nanti.


Hal apasih yang membuatku tiba-tiba "taubat"?
Aku udah pernah ditolak sama universitas impian. Aku mengerti sakitnya dicemooh orang. Aku sadar ada jutaan pelajar lainnya yang mengejar kursi yang sama. Intinya, aku takut gagal lagi. Sangat, sangat takut.
Aku mencoba berdamai dengan diriku sendiri. Aku mencoba ikhlas. Aku mencoba untuk tidak sakit hati akan perkataan orang lain.
Apakah bisa?
BISA!
Setelah berdamai dengan diri sendiri, semuanya terasa lebih mudah. Aku bisa ketawa walaupun orang bilang aku pengangguran. Gak ada lagi beban. Aku menerima semuanya dengan ikhlas.
Ah mungkin tahun lalu aku masih terlalu banyak main. Mungkin tahun lalu aku tidak berdoa dengan sepenuh hati. Mungkin Allah mau liat, seberapa besar aku pengen berjuang buat diriku sendiri.


Finally, the day before the war.
Sungguh, malam itu aku gak bisa tidur nyenyak. Keringat dingin, mual, pusing, ah pokoknya semua campur-aduk. Berkali-kali aku ngesot (ya, ngesot beneran) ke ujung kamar. Masak air panas, minum teh, lalu balik lagi ke tempat tidur. Kadang ketiduran gak nyampe sejam. Ya Allah, pokoknya malam itu aku benar-benar hopeless apa besok bisa ngerjain tesnya atau enggak.
Aku kebangun lagi sekitar jam tiga subuh. Masih dengan kepala berat, aku pergi buat solat tahajud. Lalu aku tertidur, bangun lagi jam setengah lima karena SMS dari Mama.


Ujian pertama, saintek.
Ujian kedua, tkd.
Entahlah, semuanya ngalir gitu aja. Aku masih gak bisa tidur nyenyak selama sebulan. Iya, nunggu pengumuman.


Hari pengumuman.
Kebetulan lagi bulan puasa ya, aku berniat mau buka web habis bukaan. Ternyata, molor sampai habis Isya. Pengennya sih molor lagi sampai sahur nanti. Tapi mamaku maksa buat buka pengumuman.
Akhirnya.
Aku duduk depan laptop, ngetik nomor pendaftaran dan tanggal lahir.
Aku diam.
Gak berani nekan enter.
Aku, takut. Sangat takut. Aku takut ngebaca kata maaf lagi dari UGM. Aku sangat takut, kalau-kalau apa yang aku korbankan setahun ini ternyata hasilnya sama aja kayak tahun lalu.
Mamaku mulai kesal. Akhirnya dia yang ambil alih duduk di depan laptop. Aku kabur, tengkurap di kursi sambil nutup muka pake tangan. Sungguh, aku benar-benar gak mau ngeliat ekspresi mama saat itu.
"Ma, gimana? Hijau apa merah?"
"Kak, ini pencetnya gimana?"
"Ih, tinggal pencet enter aja ituuu"
"Gimana sih, ini gimana lagi ke bawahinnya"
Jeng jeng... Hahahaha kesel, akhirnya aku balik nyamperin mama.
"Ini loh tinggal dienter... Eh mana tulisannya. EH? EH! MA KAKAK LULUS! EH LULUS DI MANA NIH? OOH! PA! KAKAK LULUS SBM!"

Gila. Eh salah, alhamdulillah wa syukurillah ...
Senang banget ngeliat senyum orang tuaku malam itu. Senang banget rasanya meluk orang tuaku malam itu. Ah pokoknya aku senang!


Iya, untuk keempat kalinya aku ditolak lagi sama UGM. Tapi aku yakin, itulah jalan yang Allah ridhai buat aku. Targetku emang lulus SBMPTN tahun ini. Alhamdulillah, semuanya terbayar.
Aku sangat yakin, semuanya terjadi bukan saja karena usaha yang keras, tapi juga doa. Aku tidak serajin itu solat sunah, apalagi tahajud. Tapi, malam itu, aku benar-benar berdoa sama Allah, minta dimudahkan segalanya. Dan itu terwujud! Belum pernah dalam sejarah, aku gak ada waktu buat bengong waktu lagi ngerjain saintek. Sungguh, pertolongan Allah itu nyata :)


Jadi, buat kalian yang tahun ini masih belum diterima sama universitas impiannya, jangan patah semangat! Boleh juga nyoba setahun lagi kayak aku, boleh juga ngambil univ atau jurusan lain, ya boleh deh mau ngapain aja. Toh, tujuan tiap orang kan berbeda.
Tujuanku tahun lalu? Tentunya buat bungkam semua orang yang ngeremehin aku! HEHEHE.
Tapi, aku salah. Ternyata, hadiah yang aku dapat adalah rasa percaya sama diri sendiri yang meningkat. Aku bisa membuktikan ke diri aku sendiri kalau ternyata aku bisa! Aku bisa melawan egoku sendiri. Aku bisa disiplin. Aku bisa menentukan prioritas untuk kebaikan diriku sendiri.

Hari itu, aku banyak banget dapat pertanyaan: gimana SBM kamu?
Tau apa yang aku rasain? Aku gak mau tuh ngasi tau ke mereka. Cukup jawab alhamdulillah aja. Rasanya, aku udah gak mau lagi ngelakuin seseuatu hanya untuk "dipandang" orang lain. Aku cukup membuktikan ke diri aku sendiri, bahwa aku bisa jika aku mau.


Seperti postingan di instagramku empat belas minggu yang lalu.
Mimpi tidak sebercanda itu.
Usaha tidak semudah itu.
Pertolongan dari Yang Maha Kuasa lah, yang memberi jalan untuk setiap usaha dalam menggapai mimpi.




-Fitri Fazrika Sari-