Sabtu, 12 September 2015

Sepercik Motivasi


Manusiawi kalau capek. Bahkan robot aja butuh waktu untuk diistirahatkan pemakaiannya.
Manusiawi kalau bosan. Eiffel yang segitu romantisnya aja udah dianggap biasa sama penduduk aslinya.
Manusiawi kalau iri. Setiap orang pasti punya panutan lain yang jauh lebih sukses dari dirinya sendiri.


Hidup itu pilihan. Dan, di setiap pilihan itu akan ada risiko yang harus kita jalani. Tidak jarang pula, pilihan itu mengharuskan kita untuk berkorban. Berkorban dari hal sepele hingga hal yang cukup rumit.


Aku ingin sukses. Aku ingin lulus kuliah dengan nilai yang membanggakan. Aku ingin memiliki banyak sertifikat penghargaan. Aku ingin pergi keluar negeri dengan gratis. Aku ingin menjadi istri dan ibu yang bisa menjadi panutan di masa depan nanti. Aku ingin menjadi seorang yang bermanfaat untuk rakyat.
Apa yang harus aku lakukan?
Ingat, hal yang luar biasa butuh perjuangan yang jauh luar biasa.


Mungkin tadi pagi aku capek karena menyelesaikan deadline yang tidak orang lain miliki.
Mungkin tadi siang aku bosan mendengarkan mata kuliah dari dosen yang tidak mengerti cara mengajar yang menyenangkan.
Mungkin malam ini aku iri dengan mereka yang menghabiskan waktunya menikmati makan malam bersama pacar tersayang.
Tapi, haruskah aku merasa seperti itu?

Seharusnya tidak.
Aku menyelesaikan deadline yang ada agar aku bisa menambah lebih banyak lagi variasi pekerjaan yang aku punya. Kenapa harus banyak? Ya, karena aku ingin menjadi orang hebat, aku harus belajar dari banyak orang-orang hebat lainnya. Aku harus dapat menggali ilmu mereka sedalam-dalamnya. Aku harus menguatkan kemampuanku di berbagai bidang. Aku harus mempunyai sesuatu yang “lebih” dari orang-orang di sekitarku.
Aku harus semangat pergi kuliah agar mendapatkan nilai yang bagus. Bukan, nilai bukan segalanya. Memang, seharusnya proses itu lebih dihargai daripada hasil. Namun, orang tua mana yang tidak bangga jika anaknya berhasil masuk jejeran cumlaude saat wisuda nanti?
Saat ini aku memang memilih untuk makan di kamar saja. Bukannya ansos, hanya saja rasanya lebih efektif jika bisa berfikir sambil makan. Ibarat pepatah, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Masih banyak hal lain yang ingin aku kerjakan daripada sekadar berbagi kemesraan dengan orang lain.


Aku tidak pernah tau kenapa bisa berfikir sevisioner ini. Entah kenapa, aku kembali merenungkan apa arti hidup yang sebenarnya. Entah kenapa, rasanya aku butuh mengembangkan diriku jauh lebih tinggi lagi. Tiba-tiba aku merasa malu jika tidak berbuat sesuatu untuk kebaikan diriku sendiri dan orang lain.
Apakah kalian juga merasakan hal yang sama?