Selasa, 29 Maret 2016

Kepada Calon Ibu Mertua

Perkenalkan, ini saya.
Wanita yang saat ini sedang berusaha untuk memantaskan diri bagi anak anda.
Wanita yang ingin mengambil alih tugas anda sebagai pusat dunianya.

Perkenalkan, ini saya.
Saya yang beberapa waktu ini telah menemani di kala susah maupun senangnya.
Saya yang berada di sisinya ketika ia jauh dari anda.
Saya yang selalu ingin membuatnya tertawa dalam segala cara.

Maaf, untuk kali ini dan seterusnya, saya ingin mengambil peran anda.
Saya yang akan menyiapkannya sarapan sembari mempersiapkan tas kantornya.
Saya yang akan menunggunya di depan rumah ketika ia pulang larut.
Saya yang akan terjaga semalaman demi memastikan panas tubuhnya kembali normal.

Untuk kali ini dan seterusnya,
Biarkanlah ia menjadi imam di setiap waktu saya berjumpa dengan-Nya.
Biarkanlah saya yang akan menjadi teman ia membuka hingga menutup mata.
Biarkanlah saya membagi luka dan tawa ini untuknya.
Beri saya kesempatan untuk menjadi sosok ibu yang selama ini ia idamkan.

Ya, ibu itu adalah anda.
Tak pernah sekalipun ia melewatkan cerita tentang anda.
Entah itu sekadar canda tawa atau kekonyolannya yang membuat anda menangis.
Anda selalu menjadi sosok terhebat di matanya.
Hanya anda yang bisa memahami ia dan juga keluarga anda.
Hanya anda yang menjadi penengah dalam segala konflik yang terjadi dalam keluarga anda.
Hanya anda yang selalu menjadi orang pertama yang dicari oleh keluarga anda.

Maka, izinkanlah saya untuk berbagi peran itu bersama anda.
Izinkanlah saya untuk mengambil sebagian dari diri anak anda yang telah membuat saya menjadi seperti ini.
Hanya dialah yang membuat saya kuat menjalani hidup keras yang baru saja akan kami lewati.
Hanya dia, lelaki yang saya inginkan untuk meminang diri saya.
Hanya dia, imam yang saya butuhkan untuk membangun sendiri keluarga impian saya.

Saya berjanji,
Saya berjanji tidak akan mengambil ia sepenuhnya dari diri anda.
Saya akan selalu menyisihkan sebagian waktunya untuk anda.
Saya tidak akan mengambil alih sepenuhnya tentang ia—meski itu adalah hal yang paling saya inginkan di dunia.


Inilah saya, wanita yang ingin menjadi bagian utuh dari anak seorang ibu terhebat seperti anda.


-Fitri Fazrika Sari-

Sabtu, 05 Maret 2016

Minorities as a Form of Diversity

Pepatah lama mengatakan, tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina.
Awalnya aku masih belum paham, kenapa sih harus Cina? Kenapa bukan Arab? India? Amerika? Kenapa harus Cina? Apa spesialnya Cina, sampai kita harus jauh-jauh pergi ke sana untuk sekadar belajar?


Akhirnya, aku ketemu jawabannya. Bulan Januari hingga Februari kemarin, aku mendapat kesempatan untuk menjadi salah satu perwakilan AIESEC UNS sebagai peserta exchange di program winter tahun ini :)

Cina adalah tujuan pertamaku ketika mencari project. Pertanyannya, kenapa harus Cina? Apa aku mau mengamalkan pepatah lama yang ada di kalimat pertama? Hehe bukan kok. Alasannya simpel, aku mau megang salju. Iya, dengan impian sesimpel itu, aku bener-bener berdoa biar bisa keterima di Cina. Alasan lainnya? Yaa, karena aku tau bahwa program ini tidak seluruhnya gratis, maka aku hanya memilih negara yang masih dalam kawasan Asia. Biar apa? Ya biar gak terlalu mahal atuh...
Oh ya, setelah sampai di Cina, beberapa teman bahkan orang yang gak aku kenal mulai ngechat aku. Gimana sih caranya ke sana? Kemarin seleksinya susah gak? Itu bayarnya berapa? Fit kamu liburan ke Cina? AIESEC itu apa sih? Fit xxxxxxxxxxx? Fit yyyyyyyy? Yha, begitulah. Setelah ini, aku posting pengalaman seleksiku bersama AIESEC yaa, hope it helps!


Hidup di Cina, tepatnya di kota Wuhan selama enam minggu meninggalkan banyak banget pengalaman buat diriku sendiri. Rasanya tinggal jauh dari keluarga dan teman-teman itu....kangennya kerasa banget. Tapi, hal itu bisa diatasi karena aku punya banyak kenalan baru dari negara yang berbeda-beda! :D Senang banget bisa belajar banyak kebiasaan dari teman-teman lain, belajar memperbaiki dan memperbarui kosakata, serta jalan-jalan di negeri orang, hehe.

Di sana, untuk pertama kalinya aku mengerti bagaimana rasanya menjadi kaum minoritas. Kamu mau tau rasanya dipandang aneh ketika jalan di tempat umum? Rasanya jadi orang bego karena gak ngerti apa yang diomongin penjual ketika kita mau pesan makan? Rasa susahnya nyari tempat makan yang benar-benar halal? Rasanya jalan sumpek-sumpekan sama penduduk Cina yang buanyak banget itu?
Loh? Kalau kayak gitu, aku gak bahagia dong di sana?
TIDAK SAMA SEKALI!
Malah, aku bener-bener ngerasa senang ketika menjadi kaum minoritas. Aku mendapat banyak banget pandangan baru tentang bagaimana orang melihat kita, bagaimana cara orang lain berpikir, serta bagaimana cara mereka menjalani hidupnya sehari-hari.
Hidup sebagai kaum minoritas membuat aku ngerasa semakin "dekat" dengan Ia. Hidup sebagai kaum minoritas membuat aku belajar lebih banyak tentang kesabaran juga keikhlasan. Hidup sebagai kaum minoritas membuat aku jadi lebih ngehargai perbedaan. Sungguh :)


Mungkin, banyak dari mereka yang berpikiran bahwa aku selalu ngejalanin hal-hal yang menyenangkan dalam hidup, salah satunya dengan pergi ke Cina. Bukan, jangan pandang bahwa aku "hanya" sedang liburan. Selagi masih menjabat status sebagai seorang mahasiswa, aku hanya ingin mencoba berbagai pengalaman baru yang akan menambah pengalaman hidup. Aku ingin keluar dari zona nyaman, aku ingin menantang diriku sendiri untuk berani mengambil tantangan, aku ingin melihat dunia sebanyak dan seluas mungkin, aku ingin mengapresiasikan waktuku dengan segala kegiatan positif. Aku ingin, nantinya, aku bisa menjadi secuil penggerak semangat bagi mereka, mahasiswa Indonesia yang kreatif dan inspiratif.
Aamiin ya rabbal alamin..



-Fitri Fazrika Sari-