Senin, 10 Agustus 2015

Mawar Putih

Jujur, aku belum pernah melihat bunga mawar. Jangankan yang asli—palsunya saja aku tak tau yang mana.
Makanya, maaf membuatmu kecewa karena aku tak sesenang yang kamu harapkan. Aku hanya menerimanya dengan ucapan terima kasih. Tanpa basa-basi, aku suruh kamu pulang lagi.
Waktu itu aku tak tau kenapa kamu terlihat begitu kecewa. Aku pikir, itu hanya perasaanku saja.


Dua hari kemudian, kamu tanya kabar bunga tersebut. Aku bingung, apanya yang harus dijawab?
Dengan kesal kamu bilang, “Itu kan mawar asli!”


Aku menarik pelan laci kecil di dalam lemari bajuku. Mawar itu layu, sepertinya akan mengering besok pagi.
Ah, sepertinya aku benar-benar membuatnya kecewa.



Hari pertama di bulan Juni, kamu datang ke rumahku sambil senyum-senyum sendiri. Kenapa nih?
Oh, lagi-lagi kamu kasi aku mawar putih. Kali ini ada beberapa tangkai. Kamu bilang, delapan tangkai bunga mawar ini sebagai simbol angka delapan yang gak ada ujungnya. Kamu mau, hubungan kita tak akan pernah putus juga.
Aku bisa merasakan hawa panas menjulur di wajah kecilku. Aku tersenyum kecil sambil berkata, “Tenang aja, kali ini mawarnya aku simpan di vas bunga ya. Terima kasih, aku sayang sama kamu.”

Kali ini aku tidak melihat ekspresi kecewa di wajahnya. Hehe.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar