Jujur,
aku belum pernah melihat bunga mawar. Jangankan yang asli—palsunya saja aku tak
tau yang mana.
Makanya,
maaf membuatmu kecewa karena aku tak sesenang yang kamu harapkan. Aku hanya
menerimanya dengan ucapan terima kasih. Tanpa basa-basi, aku suruh kamu pulang
lagi.
Waktu
itu aku tak tau kenapa kamu terlihat begitu kecewa. Aku pikir, itu hanya
perasaanku saja.
Dua
hari kemudian, kamu tanya kabar bunga tersebut. Aku bingung, apanya yang harus
dijawab?
Dengan
kesal kamu bilang, “Itu kan mawar asli!”
Aku
menarik pelan laci kecil di dalam lemari bajuku. Mawar itu layu, sepertinya
akan mengering besok pagi.
Ah,
sepertinya aku benar-benar membuatnya kecewa.
Hari
pertama di bulan Juni, kamu datang ke rumahku sambil senyum-senyum sendiri. Kenapa
nih?
Oh,
lagi-lagi kamu kasi aku mawar putih. Kali ini ada beberapa tangkai. Kamu bilang,
delapan tangkai bunga mawar ini sebagai simbol angka delapan yang gak ada
ujungnya. Kamu mau, hubungan kita tak akan pernah putus juga.
Aku
bisa merasakan hawa panas menjulur di wajah kecilku. Aku tersenyum kecil sambil
berkata, “Tenang aja, kali ini mawarnya aku simpan di vas bunga ya. Terima kasih,
aku sayang sama kamu.”
Kali
ini aku tidak melihat ekspresi kecewa di wajahnya. Hehe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar