Selaksa. Suatu ungkapan yang
berarti sepuluh ribu atau suatu banyak yang tidak terhingga. Sekarang aku
mengerti, selaksa adalah kamu.
Selaksa senyum ketika aku bertemu
denganmu.
Bagaimana bisa, seorang biasa
seperti kamu mampu membuatku lebih kuat di malam itu? Satu kalimat dari kamu
ternyata lebih mampu memberiku kehangatan dibanding lapisan-lapisan baju yang
tengah kupakai. Bercengkrama dengan jarak beberapa meter ternyata menghasilkan
rasa panas di wajahku. Luar biasa. Kehadiranmu selama tujuh menit membuatku
merasa lebih baik.
Dasar penjilat.
Hari ini kamu mulai menjadi sesuatu
yang selalu aku bayangkan. Rasanya lucu, ketika suatu lagu mengingatkanku pada
kejadian yang kita alami kemarin. Selaksa cerita. Sepertinya dua minggu
pertemuan kita telah menghasilkan puluhan ribu memori di benakku. Sekali lagi,
kuucapkan luar biasa. Betapa kamu merubah aku yang sebenarnya sudah muak dengan
kata cinta.
Cinta?
Mengapa aku bisa mengatakan “cinta”
dengan mudahnya? Padahal, sudah susah payah kutahan kata itu agar tidak terucap
ke sembarang orang. Atau mungkin, kamu memang bukan orang sembarangan? Apa kini
kamu telah berhasil mengorek tempat itu? Hebat, sungguh luar biasa. Kamu itu
siapa, kok berani-beraninya mau masuk ke tempat istimewa yang telah lama aku kunci.
Selaksa makna.
Bukankah rasa nyaman itu selalu
memiliki banyak kemungkinan? Bisa saja aku hanya menemukan teman lama yang dulu
pernah hilang. Mungkin kamu adalah tipe teman yang aku cari selama ini, makanya
aku selalu ngerasa nyaman di dekat kamu.
Tapi, jika itu memang seorang
teman, kenapa aku harus tersipu ketika kamu memujiku? Bukankah harusnya aku
menanggapinya dengan biasa saja? Juga, harusnya aku tidak perlu kesal ketika
mereka berebut mencari perhatian kamu. Toh aku tidak punya alasan untuk itu. Tapi,
kenapa aku merasa tersaingi ya. Ah, kamu memang luar biasa.
Aku sedang berdebat tentang selaksa
rasa. Maukah kamu melihat akhirnya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar